Minggu, 25 Oktober 2009

"Kisah darimu (musikalisasi puisi)"

Ku rela kau tiada suka,
bela dariku begitu saja..

sungguh emosiku merumput padang,
tumbuhkan duri-duri darimu

kau biar saja dulu,
tak lagi ku kenal begitu

ingatlah aku pada jalan itu,
tempat di mana mataku bertemu matamu,
di sana kau titipkan kisah kepadaku,
padahal ku tak begitu terima mau

aku ulang kembali kata-kata itu,
walau terdengar haru,
tapi kau hanya diam membisu

ku ulang lagi kata itu,
tapi semakin saja kau begitu,
membatu.

kau sulit ku luluhkan,
detak waktupun semakin kutelan

kini ku seperti dalam kobaran api,
semua gas tubuh seakan terbakar tinggi

emosiku meluap-luap akan meledak,
tapi padam ketika ku lihat wajahmu
ku tak tahu,
dan kau pun tahu bagaimana hati ini menahanku

ku terlihat lemah,
setelah rasa itu termamah

inginku cerita padamu,
tentang Maha Cinta.
yang di mana setelah semua berakhir,
kisahnya akan menjadi kenangan terindah yang tak terlupakan

memang begitu adanya,
jika kau percaya,
akupun demikian

mari kita melangkah,
lebih kedepan..
tak usah kau lihat ke belakang,
itupun tak akan mengembalikan

mari ulangi kisah darimu,
seakan semua baru..
ada baiknya kita lupakan masa lalu,
jika semua ini akan lebih mengharu.
tak apalah,
walau dengan hias air mata..
kita siap bersama,
untuk canda bersama..
untuk sedih bersama..
untuk tawa bersama..
untuk cerita bersama-sama

Selasa, 20 Oktober 2009

"Kisah denganmu (musikalisasi puisi)"

Dasar sialan !
kau genggam sejumput pasir,
lalu kau tuang di atas hatiku

tingkahmu tak wajar,
sekarang tak seperti awal.
tingkah seperti ratu, sok gaya.
seakan dunia kau bawa.

pergilah,
telan semua yang ada..
tak usah kau usap lagi air matamu,
tingkahmu bodoh

aku lelah,
berjalan menuntunmu,
menelan semua palsumu..
tak ubah.
cemberutmu lubang kemunafikan,
sehingga buatku tak lagi segan..
matamu juga demikian,
seperti mencuri ketenangan.

aku ingin muntah,
terlalu bosan denganmu..
tak usah lagi kau kenang,
segala memori akan ku potong,
lalu kubakar.

dari dulu memang demikian,
kau terlihat sialan.
silahkan cabuti segala punyamu,
ambil semua.
kebutuhanku bukan dirimu..

aku mungkin terlihat bodoh,
berbaik hati demi inginmu.
aku mungkin terlihat bodoh,
tak pernah tinggalkanmu.
tapi mungkin aku terlihat pintar,
setelah mengetahui bangkaimu.
ku tak harap kau kembali,
jika masih ini

sebaiknya demikian,
kau pantas dapatkan..
tapi ku takkan benci,
walau bagaimanapun nanti.
kau tetap temanku,
pelengkap hari-hariku

kembali ku pada kaca,
melihat wajahku saat-saat terluka

tapi inilah kisahnya,
tak pantas lagi untuk di rasa.
karena kau baru ku kenal,
sandalmu pun baru ku pinjam,
jadi tak usahlah ku berbuat demikian,
karena emang tak perlu,
hanya kumpulan lucu

betul juga apa katamu,
sejak dulu kenapa kita inginkan bersatu
padahal terlalu kacau,
untuk sebuah persahabatan.
ku ingat saat kau ambil daun di kepalaku,
saat itu kau terlihat malu..
karena akupun tau di kepalamu juga demikian,
bahkan terselip di situ anai-anai

anai-anai..
ya.. anai-anai
kau suka kumpulkan anai itu,
lalu kau bawa kepadaku,
terasa tak wajar memang,
tapi itulah agar waktu tetap berjalan,
menyusun kisah ini walau tak pantas untuk di bicarakan lagi

ah sudahlah,
waktu juga demikian,
pura-pura

Minggu, 18 Oktober 2009

"Dua rindu untuk satu hati"

Duh hati..
apa yg kau buat pada sayangku ini,
jangan kau bakar dia dengan rindu..
kejat rindu kan timbulkan anai tangis lalu kuncup harap memekar..
jikalau tiba saatnya datang jua cemas,
lalu curiga sampai mendidih dalam rasa..
duh hati,
jangan kau kobarkan rindu dalam apinya..
dialah yang selalu merajut hari dikala malam menyala,
menari bersama gemintang dan gemerlap temaram...
tak usah kau cemaskannya,
karena dia juga merindumu..
dikala nyata tak jua dapat mengambil ini,
hati terasa terkejat-kejat atas rindu ini..
apalah semua ini,
hanya menanti waktu yang berbaik hati,
menemukan bayangan sejoli dalam pelukan abadi.

jika kau tak dapati rindunya adalah rindumu,
maka sapa-lah dedaun gugur terjatuh dalam hati ini,
sangat tak wajar.
gerimismu kian rapuhkan dedaun tergugur menjadi semakin rapuh,
rintih pedihpun menyala sembari mendidih..
meluap-luap disana rindu terbakar cahaya dalam hati,
lahirkan embun kasih abadi

rindu oh rindu
ternyata kau cukup sukses,
bingungkan para bidadari dan malaikat malam yg senantiasa ingin sentuhmu..

rindu oh rindu
katakan padanya bahwa dirimu dalam hatiku adalah miliknya

rindu oh rindu
tetaplah kau menari dalam hati,
jangan lepas atau menghilang,
karena dia inginkanmu tuk tetap hidup dalam hatinya,
menuai beribu gerimis yang bergugur jatuh bersama rasa

"Mengejar bayangan sendiri"

Gelimpang matahari tergelinding di atas awan,
merajut debu-debu hari rangkumkan mekar gemintang..
suara desah angin hempaskan dedaun gugur terjatuh di atas kulit laut.
terombang-ambing baris ombak menggulung sujud..
ikan-ikan muntah darah,
pingsan sembari terapung
kau kawan,
terlihat mengikutiku sepanjang jengkal waktu,
menerus geruskan arus hari pijakku.
duh hati,
kecepak cahaya kian hidupkan bayangku..
tergejolak,
berlari.
ku kejar sampai mati

terkesima ku pada dedaun gugur,
merapuh runtuh tersujud lunglai..
angin iseng porak-porandakan barisnya,
sampai terkubur
hemm..
angin terbau harum,
nyala melati terselubung peri-peri penemu mimpi..
terdengar jua gema dewa merantau dari langit berarak turun ke bumi,
merebahkan panji-panji hitam di sudut malam sunyi..
Maha dewa terteduh tekuk,
terkurung dalam bejana emas,
langkahnya mekarkan beribu bunga terlaksa dari utara sampai langit selatan
terdengar di sana rintih rajawali dalam sangkar,
depak-depak kakinya kian marah akan meruntuhkan sangkarnya..
dia lebih buruk daripada katak dalam tempurung..
sayap lebarnya pantas menembus langit,
tapi raga terkungkung dalam sangkar.
Duh rajawali,
malang sekali nasibmu kini,
terkurung kungkung dalam sangkar emas,
tak dapat lagi kau tembus langit itu yang melambai-lambai akan hadirmu..
sayap kekar di pundakmu seakan-akan mati tiada guna

sudut-sudut langit terlihat gelap,
tertutup bentang sayap arak-arak burung gagak sembari tiupkan anai-anai warna hitam,
matahari hanya bisa mengintip di balik awan
apalah yang terjadi pada hari,
bayangku termakan bayang gagak..
tak dapat lagi hidup.
kutunggu dan tertunggu,
hujan kan turun hari ini..
saatnya kulipat cahayaku,
ku tabung kembali..
sekarang hanya rekat-rekat dinding jadi sahabat pengganti bayang,
rintik gerimispun mulai meradang..

hias-hias malam mulai terancam,
selaput bulan mulai terkikis bungkam..
terlihat juga temaram meredup,
nyanyikan senandung rindu sembari luluh hati,
lalu mendidihlah pedih yang kian merintih..
sampailah bidadari malam turun merangkul bulan,
tak lupa utusan langit jua datang..
duh bulan,
tangismu lukiskan muram,
gugurkan berjuta gemintang..

"Terbaring Lelah"

Bergurat retak palung malam dalam waktu ini..
terpaut rintik gemintang gerakkan angin rindang,
sejurat rajut temaram terkira seringai ilalang padang rembulan..
ku terteduh, patuh.
berjuta lelah berganti luluh lepas tubuh,
kemudiku mulai gelisah,
tiriskan letih yang merintih getir..
pedang-pedang gemintang terlihat jua jatuh bergugur padu hujami senyum lelah terpancar dalam ruas bibir mengikir kerut pikir..
huuFf ingin ku nikmati waktu terjaga ini

kini binatang terkurung dalam diriku,
terbekam, tak segan.
jelaga raga meringkasku dalam senandung peluh merantai urat,
tak penat...
ulang dan ulang,
sejuk sering jua merasuk,
lepaskan pikiran busuk.
lagu-lagu gemawan rasa jingga hiasi pandanganku,
lepas jauh kecuali rautnya..muncul
meremas lagi memeras hati,
tak hati-hati.
halilintar jua mengantarku akan kubur,
tak jauh dari roda yg sering kubawa
melaju dan laju
kalahkan angin bernyala api

hua-hua-hua
penghujung malam mulai munculkan bola mata burung hantu..
arak rajawalipun merapat langit,
pertanda menandai bulan yang kan jatuh malam ini..
hua-hua-hua
terlihat juga gemintang berserakan di langit,
bekas malaikat porak-porandakan perhitungannya..
dan demi maha warna dan cahaya..
hela nafas berhembus lekas,
tak putus
tautkan beribu sajak syair yang terbang melayang dari angan sebagai pemanasan untuk rangkaikan ini..

teruntuk untuk tivi yang sedang ku simak,
curhatku menyatu warnamu..
teruslah mengoceh,
acuhkan segala toreh..
pecahkan ramai dengan gerakmu,
sampailah kau tak juga lelah..
menyedot listrik rumahku.
udara ini dengan rasanya,
ku rasa dengan menterjemahkan kesan yang ku terima,
dan kan terus ku baca,
karna waktu juga tak mau kalah..
ingin ku ledakkan laju waktu dengan lirikan sinisku,
tapi tak sanggup;
waktu semakin meninggalkan jejaknya..

dan dunia terasa dalam genggaman,
saat urat menyampaikan sinyal panca indra ke otak.
ku rasa ku sedang menonton tivi di otakku..
semua yang ku sentuh terurai menjadi listrik,
tak ada yang nyata di sini,
semua terlihat semu
saat terpikir otakku tentang siapa penggerak semua ini,
kucoba bayang melihat di dalam tubuh,
tetapi hanya ada daging dan darah yang selalu terus berada penuh..
tiada apapun,
kecuali roh.
tapi dimana rohku,
kurasa harus kupanggil;
"Hei rohku, sedang apa kau di dalam..
cobalah keluar, ku ingin berhadapan denganmu.."

roh :"maaf kawan,
tapi beginilah nasibku, hanya terkurung di dalam tubuhmu..
jikalau aku keluar, maka kau seperti boneka kawan,
hanya diam lalu musnah terurai.."

"oh..yaudah rohku,
diamlah di dalamku,
jagalah diriku dari segala bahaya dari luar,
kendalikanlah q dengan pantas..
jangan kau tinggalkan aku,
kecuali malaikat akan menjemputmu pulang untuk kembali.."

Sudah saatnya ku bentuk ilmu dalam semesta,
tak beda, bukan apa-apa kecuali sajak yang kubungkus dengan cahaya..
bukan apa-apa hanya sederet kata yang mungkin dapat di ambil ilmu dan pelajaran dari dalamnya..
dengan hati,
demi udara
demi warna
demi cahaya
demi para malaikat,
demi para yang suci,
demi makhluk yang tak hidup tapi menyala terang,
dan janganlah tercabut cahaya dalam mata..
ini semua hanya penyembuh hati dan peneduh jiwa..

Minggu, 11 Oktober 2009

"Merak Putih"

Kulihat anggunmu bertengger manja,
di ranting dedaunan senja

elok rupa nampakmu,
terbang hinggapi hatiku

wahai merak putih,
ekormu mekar menyala,
alihkan dunia

kau seperti bidadari,
yang cantik berseri-seri

wahai merak putih..
kau seperti utusan langit surga,
menawan pandangan para dewa

seperti bunga melati,
menyentuh lagi di sayang hati

malaikat-malaikat tak lelah memujimu,
berikan tangisnya demi sayapmu

duh merak putih..
kau terlihat Maha Putih,
nyalamu bagai berlian yang tak pernah redup

Rabu, 07 Oktober 2009

"Gempa Andalas"

Andalas tergilas rampas,
hancur lepas tersayat peras..
ribu daya gelombang maha,
gulingkan ribuan sujud samudra..
tunas-tunas tercabut lucut,
gugurkan gemintang jatuh penuh arang kecut..

Sekali lagi,
kandung bumi melara,
lagi seruput manis dosa

getar..getar..
biarkan semua berputar,
menerpa do'a para hamba berhati pagar

lekaslah tangis mengalir,
ledakkan waktu berbau anyir

Amuk ini tersurat dari Ilahi,
ada penuh getarkan nadi,
berdo'alah selagi jalan masih punya hati,
sebelum mata merapat sepi

"Dunia baru dalam sepi"

Terangkum sebuah kata rasa jelma asa mencabik amuk sepi yang merantai malam saat gemintang dan bulan terkantuk candu dari belaian angin sepi berdarah api..
kata-kata itu hidup menari-nari di tengah para penilai konyol yang hanya mengacau tulisan yang serasa dia hanya hampa adanya..
salah dia merasa pekat saat dia tak menemukan makna di dalamnya,
karena dia tak pernah mengerti makna hidup dari rasa yang selalu menghidupkannya dari belenggu hampa..
tak terkira bait itu hidup merudung rimba sepi sunyi yang meredup gelap dalam udara beku berkerumun rindu para pelagu elegy rasa..
inginku rebahkan dinding ini menjadi senyawa hidup yang mampu mewujud semua mimpi yang tak lagi angan saat sepi..
ingin kubentuk dunia baru dalam sepi yang lebih nyata dari kenyataan..
seseorang dapat mendatangi dunianya sendiri dalam bentuknya sendiri dari hasil pikir imaji walau hanya lewat kata-kata sunyi..
Salam Cahaya Hati

"Senandung malam suntuk"

Malam kian meninggi,
senandung bulan bersajak sunyi..
selaput mata tambah kerut,
tepiskan angin menjalar larut

Duh hati
mata tak kuat tahan rasa,
serasa detak tak kantuk jua..
biar kelebat kabut yang menderap,
jeratkan jiwa tuk segera terlelap..

bulan melaras genang,
rekat gemintang redam angin gelombang

luruh padu bulan rontakan pekat,
lekas kelebat kabut capai pelangi singkat

ambruklah kiranya mimpi ke hati,
redupkan nyala gemintang menyusul pagi..
selamat duhai hayat,
gemetar tidur memuncak sepi..
hamba kiranya senandungkan do'a sebait puja demi jalan menuju pagi,
kejut kejat gejolak nadi,
tersadar rasa telah melayang dalam mimpi

Duh hati..
ijinkan sampai pagi